Lembaga Swadaya Masyarakat Triga Nusantara Indonesia (TRINUSA) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Provinsi Lampung menyerukan kepada Gubernur Lampung untuk melakukan kajian ulang terhadap anggaran renovasi rumah dinas Ketua DPRD Provinsi Lampung yang tertuang dalam APBD Tahun 2025. Nilai proyek yang mencapai lebih dari Rp 4,4 miliar ini dinilai terlalu besar dan tidak sejalan dengan kondisi keuangan daerah yang tengah mengalami defisit.
Berdasarkan data dan dokumen pengadaan yang berhasil dihimpun, proyek renovasi rumah dinas tersebut dikelola oleh Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Cipta Karya (PKPCK) Provinsi Lampung dengan pagu anggaran sebesar Rp 4.408.170.000. Nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) pun hampir identik, yakni Rp 4.408.165.087,26. Adapun pemenang lelang tercatat adalah CV. Tama Group, yang beralamat di Jalan Puri Maerakaca Blok J No. 3 Perumnas Way Halim, Bandar Lampung.
Kesamaan antara nilai pagu dan HPS tersebut menjadi sorotan utama dari TRINUSA karena menimbulkan pertanyaan mengenai mekanisme dan transparansi proses pengadaan. Dalam kondisi keuangan daerah yang defisit, pengalokasian anggaran sebesar itu untuk renovasi satu rumah dinas dianggap tidak memiliki urgensi dan tidak mencerminkan efisiensi anggaran.
LSM TRINUSA Soroti Pemborosan dan Ketidakwajaran Anggaran
Dalam pernyataan resminya yang diterima media, Koordinator LSM TRINUSA DPD Provinsi Lampung menegaskan bahwa proyek renovasi ini mencerminkan ketidakwajaran dan ketidakpekaan terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat.
“Di tengah kondisi masyarakat yang masih menghadapi berbagai kesulitan ekonomi dan anggaran daerah yang defisit, justru dialokasikan dana yang sangat besar untuk kepentingan pribadi pejabat. Ini sangat tidak elok dan bertentangan dengan semangat pengelolaan keuangan daerah yang prudent — hemat, efisien, dan efektif,” ujar Koordinator TRINUSA Lampung.
LSM ini mendesak agar Gubernur Lampung menggunakan kewenangan dan tanggung jawabnya sebagai kepala daerah untuk mengevaluasi, menunda, bahkan bila perlu membatalkan proyek tersebut. Menurut mereka, dana sebesar Rp 4,4 miliar seharusnya dapat dialihkan untuk kepentingan publik yang lebih mendesak seperti perbaikan infrastruktur dasar, bantuan pendidikan, pelayanan kesehatan, atau program pengentasan kemiskinan.
“Kami meminta Gubernur untuk melakukan evaluasi mendalam. Apakah renovasi dengan nilai fantastis ini benar-benar kebutuhan mendesak atau sekadar gaya hidup? Dana sebesar ini seharusnya dialihkan untuk program yang lebih berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat,” tambahnya.
Kritik terhadap Skala Prioritas dan Penggunaan APBD
TRINUSA menilai proyek renovasi rumah dinas pejabat tidak sejalan dengan prinsip prioritas anggaran berbasis kebutuhan publik. Dengan keterbatasan fiskal, pemerintah daerah seharusnya mengedepankan pembiayaan yang memiliki dampak langsung bagi masyarakat, bukan untuk fasilitas pejabat.
Menurut pantauan lembaga tersebut, banyak fasilitas publik di Lampung yang memerlukan perhatian lebih, seperti kondisi jalan provinsi yang rusak, sarana pendidikan yang terbatas, hingga layanan kesehatan yang masih belum optimal. Sementara itu, alokasi dana miliaran rupiah untuk renovasi rumah dinas justru menciptakan kesan bahwa pemerintah lebih mementingkan kenyamanan elite dibanding rakyat.
Dasar Hukum dan Prinsip Pengelolaan Keuangan Publik
Dalam argumentasinya, TRINUSA tidak hanya berbicara berdasarkan opini moral, namun juga didukung dengan dasar hukum yang kuat. Berikut beberapa ketentuan hukum yang menjadi acuan kritik terhadap proyek renovasi tersebut:
-
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara:
Pasal 3 Ayat (1) menegaskan bahwa keuangan negara harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Proyek renovasi senilai Rp 4,4 miliar dinilai bertentangan dengan prinsip efisiensi dan ekonomis. -
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (jo. UU No. 23 Tahun 2014):
Pasal 383 mengatur bahwa pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan secara efisien, efektif, transparan, dan akuntabel, serta mengutamakan kepentingan publik. -
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah:
Pasal 3 menegaskan asas efisiensi, ekonomis, transparansi, dan akuntabilitas dalam keuangan daerah. Pasal 59 menyebutkan bahwa penyusunan APBD harus mempertimbangkan kemampuan pendapatan daerah dan skala prioritas. -
Permendagri Nomor 77 Tahun 2020:
Mengatur bahwa pengadaan barang/jasa di daerah harus memperhatikan nilai ekonomis, artinya menghasilkan kualitas terbaik dengan harga paling efisien. Kesamaan nilai pagu dan HPS menimbulkan pertanyaan apakah prinsip ekonomis ini diterapkan dengan benar. -
Prinsip Anggaran Berbasis Kinerja:
Dalam sistem penganggaran modern, setiap rupiah yang dikeluarkan harus berorientasi pada hasil dan indikator kinerja publik. Renovasi rumah dinas pejabat sulit dikaitkan dengan peningkatan pelayanan publik.
Analisis: Efisiensi dan Nilai Manfaat Publik
Dari sudut pandang kebijakan publik, pengeluaran anggaran sebesar Rp 4,4 miliar untuk renovasi rumah dinas satu pejabat tidak sebanding dengan nilai manfaat sosial yang dihasilkan. Jika dana tersebut dialihkan ke sektor pelayanan masyarakat, maka manfaatnya bisa jauh lebih besar dan luas. Misalnya, dengan dana sebesar itu, pemerintah bisa membangun fasilitas kesehatan tingkat puskesmas, memperbaiki puluhan kilometer jalan desa, atau memberikan bantuan pendidikan kepada ribuan siswa.
TRINUSA menilai bahwa proyek seperti ini dapat menciptakan preseden buruk dalam tata kelola keuangan daerah jika tidak segera dievaluasi. Selain berpotensi mengurangi kepercayaan publik terhadap pemerintah, juga dapat membuka ruang bagi penyalahgunaan anggaran bila tidak diawasi secara ketat.
Keterbukaan Informasi Publik dan Transparansi Pengadaan
LSM TRINUSA juga menyoroti pentingnya transparansi dan keterbukaan informasi publik dalam proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah daerah. Mereka mendesak agar dokumen perencanaan, perhitungan HPS, dan hasil evaluasi tender dapat diakses oleh masyarakat.
“Keterbukaan informasi publik merupakan bentuk kontrol sosial. Ketika masyarakat bisa mengakses data penganggaran dan pelaksanaan proyek, maka potensi penyimpangan dapat ditekan,” ujar perwakilan TRINUSA.
Reaksi Masyarakat dan Akademisi
Sejumlah akademisi dan tokoh masyarakat turut menanggapi polemik ini. Menurut mereka, proyek tersebut mencerminkan lemahnya sistem pengawasan dan minimnya pertimbangan etis dalam pengambilan keputusan anggaran. Seorang pengamat kebijakan publik dari salah satu universitas di Lampung menyebutkan bahwa penganggaran seharusnya berorientasi pada kebutuhan mendasar, bukan pada simbol prestise jabatan.
“Renovasi rumah dinas pejabat bukan prioritas mendesak di tengah situasi defisit APBD dan tekanan ekonomi. Pemerintah harus menempatkan kepentingan rakyat sebagai kompas utama penganggaran,” ujarnya.
Respons Pemerintah dan DPRD: Masih Bungkam
Hingga berita ini diturunkan, pihak DPRD Provinsi Lampung maupun Dinas PKPCK Provinsi Lampung belum memberikan keterangan resmi terkait sorotan publik ini. Beberapa awak media mencoba mengkonfirmasi melalui saluran komunikasi resmi, namun belum ada tanggapan. Keterlambatan respons ini memunculkan spekulasi di kalangan publik bahwa ada sesuatu yang perlu diperjelas dari perencanaan proyek tersebut.
Desakan Tindakan Konkret kepada Gubernur Lampung
Atas dasar temuan dan pertimbangan hukum yang dikemukakan, TRINUSA meminta Gubernur Lampung untuk mengambil langkah-langkah berikut:
- Melakukan kajian ulang menyeluruh terhadap kebutuhan renovasi rumah dinas tersebut;
- Menunda proses pelaksanaan proyek hingga kajian selesai dan hasilnya disampaikan kepada publik;
- Melibatkan inspektorat daerah dan BPKP untuk melakukan audit nilai proyek;
- Memastikan prinsip transparansi dan akuntabilitas diterapkan dalam setiap tahapan anggaran;
- Memprioritaskan program dengan dampak langsung terhadap masyarakat.
Seruan untuk Pengawasan Publik
Dalam penutup pernyataannya, LSM TRINUSA mengajak masyarakat Lampung untuk ikut serta dalam mengawasi penggunaan anggaran daerah. Mereka menegaskan bahwa setiap warga memiliki hak untuk mengetahui bagaimana uang rakyat digunakan dan memastikan agar penggunaannya sesuai dengan asas keadilan sosial.
“Dana publik adalah milik rakyat. Setiap rupiah harus bisa dipertanggungjawabkan, tidak boleh ada pemborosan, apalagi digunakan hanya untuk memenuhi kepentingan kelompok tertentu,” tutup Koordinator TRINUSA.