Press Release Nomor: 735 / X / HUM.6.1.1./ 2025/ Bidhumas
Minggu, 12 Oktober 2025
Jakarta, (Gnotif. Com) – Dalam rangka memperkuat peran kepolisian sebagai penjaga nilai-nilai demokrasi dan pelindung hak asasi manusia (HAM), Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) Lemdiklat Polri kembali menegaskan komitmennya dalam pendidikan dan pembinaan aparatur negara. Melalui kegiatan Seminar Pendidikan Hak Asasi Manusia yang diselenggarakan oleh Kementerian Hukum dan HAM, Ketua STIK Lemdiklat Polri, Irjen Pol. Dr. Eko Rudi Sudarto, S.I.K., M.Si. hadir sebagai narasumber utama dengan tema “Polisi sebagai Guardian of Democracy”.
Dalam kesempatan tersebut, Irjen Pol. Eko Rudi Sudarto memaparkan secara mendalam mengenai pentingnya peran Polri dalam menjaga keseimbangan antara stabilitas keamanan nasional dan perlindungan hak-hak demokratis warga negara. Menurutnya, Polri tidak hanya berfungsi sebagai aparat penegak hukum semata, melainkan juga sebagai pilar penting dalam sistem demokrasi yang menjamin kebebasan, keadilan, serta kemanusiaan.
Polisi Sebagai Penjaga Demokrasi
Dalam paparannya, Irjen Pol. Eko menegaskan bahwa demokrasi tidak dapat berjalan tanpa adanya rasa aman dan kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga penegak hukum. Di sinilah Polri berperan penting sebagai penjaga demokrasi (guardian of democracy) yang memastikan hak-hak politik, sosial, dan sipil masyarakat dapat dijalankan tanpa gangguan atau intimidasi.
Menurut beliau, praktik demokrasi modern menuntut aparatur kepolisian yang memahami nilai-nilai dasar kemanusiaan, menghormati kebebasan berpendapat, serta menjamin perlindungan bagi seluruh elemen masyarakat. Polisi bukan hanya pelaksana hukum, tetapi juga pengayom rakyat yang memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga martabat bangsa.
“Polisi harus menjadi cerminan nilai-nilai demokrasi. Demokrasi tanpa penghormatan terhadap HAM akan kehilangan rohnya, dan penegakan hukum tanpa keadilan akan kehilangan legitimasinya,” ujar Irjen Pol. Eko Rudi Sudarto dalam sambutannya.
Sinergi Antar Aparatur Negara dalam Pendidikan HAM
Seminar yang diselenggarakan oleh Kementerian Hukum dan HAM tersebut dihadiri oleh ratusan peserta dari berbagai kementerian dan lembaga. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat sinergi antar aparatur negara dalam penerapan prinsip-prinsip HAM di setiap lini pemerintahan. Diskusi ilmiah ini menjadi wadah penting untuk menyatukan pemahaman dan strategi dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang berkeadaban dan berorientasi pada kepentingan rakyat.
STIK Lemdiklat Polri sebagai lembaga pendidikan tinggi di bawah Lemdiklat Polri, memegang peranan strategis dalam membentuk karakter dan kompetensi anggota Polri. Dalam konteks pendidikan HAM, STIK berkomitmen menjadikan materi HAM sebagai kurikulum wajib, baik dalam pembelajaran akademik maupun pelatihan operasional. Tujuannya, agar setiap anggota Polri memahami bahwa penegakan hukum tidak dapat dilepaskan dari penghormatan terhadap martabat manusia.
Irjen Pol. Eko menambahkan, pendidikan HAM bagi aparat kepolisian bukan sekadar teori, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan nyata di lapangan. Polisi yang humanis akan lebih diterima oleh masyarakat dan mampu membangun kepercayaan publik yang menjadi pondasi utama legitimasi institusi kepolisian.
Transformasi Polri Menuju Democratic Policing
Lebih lanjut, Ketua STIK menegaskan bahwa transformasi Polri harus diarahkan pada peningkatan transparency, accountability, dan orientasi pelayanan publik. Hal ini sejalan dengan amanat UUD 1945, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta berbagai kebijakan internal yang memperkuat konsep Democratic Policing atau kepolisian yang demokratis.
Dalam paradigma ini, Polri diharapkan tidak hanya menjadi alat kekuasaan negara, tetapi juga berfungsi sebagai pelindung dan pelayan masyarakat. “Democratic policing berarti polisi bekerja dengan prinsip keterbukaan, menghargai partisipasi masyarakat, dan menjunjung tinggi keadilan,” ujar Irjen Pol. Eko.
Transformasi Polri ini melibatkan tiga dimensi besar, yakni perubahan kebijakan dan regulasi, perbaikan sistem operasional, serta pembenahan kultur organisasi. Ketiga aspek ini saling terkait dan menjadi dasar bagi pembentukan karakter kepolisian yang modern, profesional, dan humanis.
1. Dimensi Kebijakan dan Regulasi
Dalam bidang kebijakan, Polri terus memperkuat regulasi yang mendukung transparansi dan akuntabilitas. Salah satu upaya nyata adalah penguatan lembaga pengawasan internal dan eksternal, serta revisi terhadap sejumlah prosedur yang dinilai belum sejalan dengan prinsip-prinsip HAM. Upaya ini mencerminkan tekad Polri untuk terus beradaptasi dengan perkembangan masyarakat yang semakin kritis terhadap isu keadilan dan keterbukaan.
2. Dimensi Operasional
Pada aspek operasional, Polri telah mengimplementasikan berbagai inovasi, seperti penggunaan Body-Worn Camera (BWC) untuk memastikan keterbukaan dalam pelaksanaan tugas di lapangan. Teknologi ini membantu mencegah kesalahpahaman antara aparat dan masyarakat, serta menjadi alat bukti penting dalam menjaga akuntabilitas penegakan hukum.
Selain itu, penerapan sistem pelaporan berbasis digital dan pemanfaatan Artificial Intelligence dalam manajemen keamanan publik juga menjadi bagian dari transformasi operasional menuju kepolisian modern yang adaptif terhadap tantangan zaman.
3. Dimensi Kultur Organisasi
Pada dimensi kultur, reformasi mental dan pembentukan karakter menjadi fokus utama. Melalui pendidikan berkelanjutan, STIK Lemdiklat Polri terus menanamkan nilai-nilai integritas, empati, dan pelayanan publik kepada setiap anggota Polri. Tujuannya, agar setiap personel memiliki kesadaran moral untuk menempatkan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi maupun kelompok.
Pendidikan HAM sebagai Pilar Reformasi Kepolisian
Dalam konteks reformasi kelembagaan, pendidikan HAM menjadi salah satu pilar utama. STIK Lemdiklat Polri berkomitmen untuk menjadikan pendekatan humanis dan partisipatif sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan. Program pelatihan tidak hanya menekankan aspek hukum dan prosedural, tetapi juga pembentukan karakter empatik terhadap masyarakat.
Menurut Irjen Pol. Eko, Polri masa depan harus menjadi institusi yang mampu mendengarkan suara rakyat. Kepemimpinan yang humanis dan terbuka akan memperkuat kepercayaan masyarakat, yang pada akhirnya akan meningkatkan efektivitas tugas-tugas kepolisian di lapangan.
“Kita ingin membangun polisi yang berjiwa pejuang kemanusiaan, bukan hanya penegak hukum. Polisi yang mengayomi, melindungi, dan melayani dengan hati,” tegasnya.
Kolaborasi Antar Lembaga
Kegiatan seminar ini juga menjadi momentum penting dalam memperkuat sinergi antara Polri dan lembaga-lembaga pemerintahan lainnya. Kolaborasi ini meliputi peningkatan kapasitas sumber daya manusia, penyusunan modul pelatihan HAM, serta pelaksanaan riset bersama dalam bidang keamanan dan demokrasi.
Melalui kerja sama lintas sektoral ini, diharapkan seluruh aparatur negara memiliki persepsi yang sama mengenai pentingnya perlindungan hak-hak dasar warga negara. Dengan demikian, kebijakan publik yang dihasilkan akan lebih inklusif, partisipatif, dan sesuai dengan prinsip-prinsip konstitusi.
Menuju Polri yang Humanis dan Profesional
Transformasi menuju Polisi Humanis merupakan salah satu agenda besar yang terus digelorakan oleh Polri. Sebagai lembaga yang berhadapan langsung dengan masyarakat, Polri dituntut untuk memiliki empati sosial dan kemampuan komunikasi publik yang baik. Di sinilah peran penting Humas Polri, yang menjadi jembatan informasi antara Polri dan masyarakat luas.
Melalui penyebaran informasi yang transparan dan edukatif, masyarakat akan lebih memahami tugas-tugas kepolisian dan peran strategisnya dalam menjaga demokrasi. Kepercayaan publik dapat dibangun melalui konsistensi, profesionalisme, dan pelayanan yang tulus kepada masyarakat.
STIK Lemdiklat Polri sebagai Pusat Keilmuan
STIK Lemdiklat Polri terus memperkuat posisinya sebagai pusat keilmuan dan penelitian di bidang kepolisian dan keamanan nasional. Dalam beberapa tahun terakhir, STIK telah menghasilkan berbagai kajian strategis terkait demokrasi, HAM, dan kebijakan publik yang menjadi rujukan bagi pembuat kebijakan di tingkat nasional.
Melalui pendekatan akademik dan riset terapan, STIK berperan aktif dalam membentuk paradigma baru kepolisian Indonesia: polisi yang tidak hanya kuat secara operasional, tetapi juga unggul secara intelektual dan moral.
Kesimpulan: Guardian of Democracy dalam Praktik Nyata
Seminar ini menjadi refleksi bahwa Polri memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga nilai-nilai demokrasi di Indonesia. Sebagai guardian of democracy, Polri tidak hanya berperan dalam menjaga ketertiban, tetapi juga menjadi pelindung hak-hak rakyat, penegak keadilan, serta motor penggerak kemanusiaan.
Melalui pendidikan HAM, penguatan etika profesi, dan transformasi kelembagaan yang berkelanjutan, Polri akan semakin dipercaya dan dicintai oleh masyarakat. Komitmen STIK Lemdiklat Polri menjadi bukti nyata bahwa kepolisian Indonesia terus berbenah menuju lembaga yang modern, akuntabel, dan humanis.
SUMBER#HumasPolri #STIKLemdiklatPolri #GuardianOfDemocracy #PolisiHumanis
Editor REDAKSI GNOTIF. COM.