Rugikan Negara Rp1,36 Miliar, Kejari Tubaba Tahan Dua ASN Tersangka Korupsi

Tulang Bawang Barat — Senin, 13 Oktober 2025 | Reporter: Redaksi Gnotif

Setelah melalui proses penyelidikan panjang dan pemeriksaan terhadap sekitar 25 orang saksi, Kejaksaan Negeri (Kejari) Tulang Bawang Barat (Tubaba) akhirnya menetapkan dua Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) sebagai tersangka kasus korupsi. Keduanya adalah Firmansyah, Kepala Dinas DLH periode 2021–2025, dan Hartawan, Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah B3.

Berdasarkan hasil penyidikan, kasus ini diduga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp1,36 miliar yang bersumber dari penyalahgunaan dana kegiatan rutin DLH dalam tahun anggaran 2022–2024. Penetapan tersangka ini disampaikan langsung oleh Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus), Gita Santika Ramdhani, didampingi Kasi Intelijen Ardi Herlian Syach.

“Modus operandi yang dilakukan keduanya ialah tidak adanya Surat Pertanggungjawaban (SPJ) dalam beberapa kegiatan rutin, serta penyisihan 20% dari setiap dana pencairan untuk Kadis yang digunakan sebagai dana taktis tanpa adanya bukti pendukung,” ujar Gita, Senin (13/10/2025).

Kronologi Pengungkapan Kasus

Penyelidikan awal dimulai setelah ditemukan sejumlah kejanggalan dalam laporan keuangan Dinas Lingkungan Hidup Tubaba. Tim penyidik Kejari melakukan audit mendalam terhadap dokumen kegiatan tahun 2022 hingga 2024 dan menemukan adanya perbedaan signifikan antara jumlah dana yang dicairkan dan realisasi lapangan.

Dalam rentang penyelidikan, setidaknya 25 saksi diperiksa termasuk staf dinas, bendahara, dan pihak rekanan. Berdasarkan keterangan yang dikumpulkan, diketahui bahwa sebagian kegiatan fiktif dicatat sebagai program pengelolaan sampah dan pelatihan pengelolaan limbah, namun tidak pernah terlaksana. Beberapa kegiatan lainnya memang terlaksana tetapi tanpa SPJ yang sah, sehingga penggunaan dana tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Dari pemeriksaan lebih lanjut, ditemukan adanya kebijakan tidak resmi di internal dinas berupa pemotongan dana setiap kali pencairan. Sebesar 20 persen dana dari kegiatan dikumpulkan dan digunakan sebagai “dana taktis” oleh pejabat tertentu, tanpa bukti transaksi atau nota resmi. Uang tersebut sebagian digunakan untuk kepentingan pribadi, sebagian lagi tidak diketahui keberadaannya.

Modus Operandi dan Alur Dana

Modus korupsi ini relatif klasik namun masih sering ditemukan di tingkat daerah. Berdasarkan hasil penyidikan, Firmansyah dan Hartawan menggunakan kewenangan jabatan untuk mengatur sistem administrasi keuangan dinas. Dengan pengaruh jabatan, mereka mengarahkan bendahara untuk melakukan pencairan anggaran tanpa SPJ lengkap, sementara laporan yang dikirimkan ke pemerintah daerah dibuat seolah-olah kegiatan telah selesai.

Selain itu, penyidik menemukan adanya aliran dana yang ditarik tunai dari rekening kegiatan, kemudian dibagikan ke beberapa pihak tertentu yang disebut sebagai “pengurus dinas”. Proses ini dilakukan berulang kali selama dua tahun anggaran dan menimbulkan kerugian negara yang signifikan.

Pasal yang Dikenakan

Gita Santika Ramdhani menjelaskan bahwa kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b, ayat (2) dan (3) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Sementara itu, sebagai alternatif, keduanya juga disangkakan dengan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. Pasal 18 dan pasal-pasal lain yang memperkuat unsur penyalahgunaan wewenang dalam jabatan. Pasal-pasal tersebut menegaskan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun serta denda miliaran rupiah.

Upaya Kejari Tubaba dalam Menegakkan Hukum

Kepala Kejari Tubaba, Mochamad Iqbal, menegaskan bahwa langkah ini menjadi bukti nyata keseriusan aparat hukum dalam memberantas korupsi di daerah. Ia menyampaikan bahwa proses hukum tidak akan berhenti hanya pada dua orang tersangka, melainkan bisa berkembang apabila ditemukan keterlibatan pihak lain.

“Aksi ini menjadi bukti nyata Kejari Tubaba dalam memberi efek jera dan membatas para pelaku korupsi,” tegas Gita Santika Ramdhani.

Reaksi Publik dan Dampak Sosial

Kasus ini menjadi perhatian luas masyarakat Tulang Bawang Barat. Aktivis anti-korupsi dan masyarakat sipil menyambut baik langkah tegas Kejari Tubaba yang berani menindak pejabat aktif. Mereka berharap tindakan ini dapat menjadi titik balik bagi reformasi birokrasi di lingkungan pemerintahan daerah.

Tidak sedikit warga menilai bahwa pengelolaan dana publik selama ini kurang transparan, terutama dalam sektor lingkungan yang seharusnya berdampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya kasus ini, publik mendesak pemerintah daerah untuk memperkuat sistem pengawasan internal serta mempercepat penerapan sistem e-budgeting guna menekan peluang korupsi.

Dampak terhadap Program Lingkungan

Korupsi di sektor lingkungan bukan hanya soal kehilangan uang negara, tetapi juga mengancam kelestarian alam dan kesehatan masyarakat. Dana yang seharusnya dialokasikan untuk pengelolaan sampah, penanganan limbah B3, dan pelatihan masyarakat kini terhambat karena penyalahgunaan anggaran.

Program pengelolaan lingkungan yang tertunda atau gagal dilaksanakan dapat menyebabkan tumpukan sampah di sejumlah wilayah, meningkatnya pencemaran air dan udara, serta hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Dengan kata lain, korupsi seperti ini memiliki efek domino yang luas — dari segi sosial, ekonomi, hingga ekologi.

Pandangan Hukum dan Akademisi

Beberapa pengamat hukum dari Universitas Lampung menyatakan bahwa kasus ini seharusnya menjadi pelajaran penting bagi seluruh instansi pemerintahan di daerah. Menurut mereka, setiap dinas harus memiliki mekanisme pengawasan internal yang kuat dan audit rutin agar praktik korupsi seperti ini tidak terulang.

Akademisi hukum pidana juga menekankan pentingnya keterlibatan publik dalam mengawasi penggunaan anggaran daerah. Transparansi dan akses informasi publik dapat menjadi alat efektif untuk menekan ruang gerak penyimpangan dana publik.

Langkah Pencegahan Ke Depan

Kasus ini diharapkan menjadi momentum bagi pemerintah daerah untuk membangun sistem birokrasi yang lebih bersih. Beberapa langkah konkret yang direkomendasikan meliputi:

  • Implementasi penuh sistem e-SPJ dan e-budgeting di setiap dinas.
  • Rotasi jabatan secara berkala untuk menghindari monopoli kekuasaan.
  • Peningkatan kapasitas pejabat keuangan melalui pelatihan integritas.
  • Audit internal minimal dua kali setahun dengan hasil yang dipublikasikan secara terbuka.
  • Pemberian perlindungan bagi pelapor (whistleblower) yang mengungkap penyimpangan anggaran.

Kesimpulan dan Harapan

Penetapan dan penahanan dua ASN Dinas Lingkungan Hidup Tubaba menjadi peringatan bahwa hukum tidak mengenal jabatan. Korupsi yang terjadi di tingkat daerah sering kali dianggap kecil, padahal dampaknya besar terhadap masyarakat luas. Kejari Tubaba telah menunjukkan langkah berani dan tegas dalam menjaga integritas keuangan negara.

Ke depan, masyarakat berharap penegakan hukum terus dilakukan secara konsisten. Kejari juga diharapkan menuntaskan proses hukum ini hingga tuntas di pengadilan, serta memastikan pengembalian kerugian negara agar dapat digunakan kembali untuk kepentingan publik.

Kasus ini menegaskan bahwa upaya pemberantasan korupsi tidak hanya menjadi tanggung jawab aparat penegak hukum, tetapi juga seluruh elemen masyarakat yang menginginkan pemerintahan yang bersih dan transparan.

Kategori: Hukum & Kriminal | Lokasi: Tulang Bawang Barat, Lampung

© 2025 Gnotif. Com. — Semua Hak Dilindungi